Friday, January 27, 2012

mutu pengawas sekolah

MUTU PENGAWAS SEKOLAH

Oleh 
Anwari WMK

PERSOALAN lama itu tersingkap kembali. Bahwa mutu pengawas sekolah sangatlah memprihatinkan. Pada edisi 24 dan 25 Januari 2012, harian Kompas memberitakan rendahnya mutu pengawas sekolah itu sebagai persoalan besar dunia pendidikan. Jika ada kehendak untuk memperbaiki dunia pendidikan, maka harus pula ada upaya saksama peningkatan mutu pengawas sekolah. Hanya saja persoalannya, darimana upaya perbaikan itu dimulai?


Buruknya mutu pengawas sekolah dapat disimak dari berbagai aspek. Tatkala datang ke sekolah, pengawas sekolah tercitrakan sebagai "orang pemerintah yang mencari-cari kesalahan". Saat mulai menjalankan fungsi pengawasan, pola kerja yang ditonjolkan berwatak administratif-birokratis belaka. Tragisnya lagi, kerja-kerja pengawasan disulap menjadi ladang pencarian duit. Walau tak semua pengawas berkinerja buruk, tapi memang sedikit yang dapat diandalkan mampu memajukan dunia pendidikan.

Bagaimana pun, pengawasan merupakan pilar penting tercapainya kemajuan dunia pendidikan. Sebab melalui pengawasan, institusi-institusi pendidikan mendapatkan arahan secara obyektif demi mencapai standard mutu tertentu. Dalam upaya meraih kemajuan, institusi pendidikan bahkan mendapatkan masukan yang cerdas dari para pengawas. Juga dari pengawas, kepala sekolah bisa menggali perspektif kepemimpinan dalam dunia pendidikan. Sedangkan bagi para guru, kehadiran pengawas membuka ruang dialog bagaimana menjadi pendidik bermartabat.

Tapi sayang seribu sayang, hingga hari ini sulit menemukan pengawas yang sepenuhnya berkomitmen mendorong sekolah mampu meraih kemajuan. Di samping serupa monster yang menakutkan, pengawas belum mengambil peran sebagai konsultan yang mumpuni memberikan arahan agar sekolah sepenuhnya berkualitas. Para pengawas justru gagal merangsang sekolah agar berderap memasuki proses peningkatan mutu. Mereka hadir tanpa kejelasan efektivitas pengawasan untuk mendorong peningkatan kinerja institusi pendidikan. Maka, sangat bisa dimengerti, mengapa frekuensi pengawasan tak berbanding lurus dengan percepatan peningkatan mutu dunia pendidikan.

Tentu, persoalan ini harus segera dijawab oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui upaya reedukasi terhadap pengawas sekolah yang jumlah totalnya mencapai sekitar 23.000 orang di seluruh Indonesia. Pelatihan pengawas sekolah yang pada 2012 ditargetkan mencakup 6.000 orang patut diapresiasi. Namun penting pula Kemendikbud menelaah ulang ketentuan bahwa setiap pengawas memantau 10 sekolah. Hal fundamental yang mendesak ditelaah adalah relevansi rasio 1:10 pengawasan sekolah. Selain itu, reedukasi pun harus pula memasukkan dimensi-dimensi filosofis pengawasan dalam hubungannya dengan terciptanya proses pembelajaran yang bermutu.

Pesan moral dari semua kritik ini sangatlah sederhana: jangan pernah menjadikan orang-orang dungu berperan sebagai pengawas sekolah. Jangan pernah.[]

No comments:

Post a Comment