Wednesday, November 2, 2011

diskriminasi pendidikan swasta

DISKRIMINASI PENDIDIKAN SWASTA

Oleh
Anwari WMK

PENDIDIKAN di negeri ini tak putus dirundung diskriminasi. Bagaimana tidak? Elemen pemerintahan yang bertanggung jawab langsung terhadap tata kelola pendidikan, cenderung memarginalkan sekolah-sekolah swasta. Sebagaimana dapat disimak dari munculnya keluhan di berbagai daerah, ternyata pemerintah lebih mementingkan sekolah-sekolah negeri dalam keseluruhan agenda peningkatan mutu pendidikan. Sekolah-sekolah swasta, apa boleh buat, dibiarkan bergelut sendiri melakukan upaya peningkatan mutu.


Memang, selama satu dasawarsa terakhir, terjadi perubahan yang bersifat eksponensial pada sekolah-sekolah swasta di kawasan kota besar dan kota menengah. Didorong oleh inovasi serta dipicu pula oleh kreativitas, sejumlah sekolah swasta mampu tampil ke depan sebagai institusi pendidikan berwibawa dan sekaligus diperhitungkan. Tetapi sekolah swasta di luar kawasan perkotaan tak sepenuhnya mampu beranjak menjadi institusi pendidikan berkualitas. Bahkan, sekolah-sekolah swasta itu berjalan di tempat justru di tengah terjadinya perpacuan perbaikan kualitas. Dan tragisnya, pemerintah tak memperdulikan keberadaan sekolah-sekolah swasta itu.

Pada level nasional kini, jumlah keseluruhan sekolah negeri mencapai sekitar 67%. Tetapi khusus untuk kategori madrasah, institusi pendidikan swasta justru mencapai 87%. Artinya, hanya 13% institusi pendidikan dalam kategori madrasah berstatus negeri (Kompas.com, 22 Oktober 2011). Dengan formasi yang sedemikian rupa itu, maka tak berlebihan bila disimpulkan, bahwa rendahnya perhatian pemerintah terhadap sekolah-sekolah swasta sesungguhnya mencetuskan implikasi yang tak sederhana. Upaya perbaikan mutu kalangan madrasah jelas-jelas ditandai oleh rendahnya kontribusi pemerintah.

Fakta buruk ini merupakan latar belakang munculnya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap klausul yang termaktub dalam Pasal 55 Ayat 4 UU No. 30/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Klausul tersebut berbunyi: "Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah." Kata "dapat" dalam klausul ini membuka peluang terjadinya diskriminasi dan bahkan ketidakadilan yang dirasakan langsung oleh sekolah-sekolah swasta. Maka, MK memutuskan, bahwa kata "dapat" dalam Pasal 55 Ayat 4 UU No. 20/2003 harus dihapuskan, karena bertentangan dengan UUD 1945.

Apakah keputusan MK itu otomatis meniadakan diskriminasi terhadap sekolah-sekolah swasta? Tak ada jawaban pasti terhadap pertanyan ini. Sebab pemerintahan di berbagai daerah masih harus belajar menghargai hakikat dan logika pendidikan bagi setiap warga negara. Kita hanya bisa mengatakan satu hal: Selama sekolah-sekolah swasta masih dimarginalkan, maka selama itu pula pemerintah belum jua mengubah tabiat dan orientasinya yang diskriminatif. Hanya saja, jika terus-menerus diskriminatif berarti pemerintah semakin mengingkari konstitusi. Bayangkan jika ada pemerintahan mengingkari konstitusi, pemerintahan apa itu namanya?[]


No comments:

Post a Comment