Wednesday, November 2, 2011

deradikalisasi melalui pendidikan

DERADIKALISASI MELALUI PENDIDIKAN

Oleh
Anwari WMK
 
INDONESIA adalah negeri yang masyarakatnya diwarnai oleh munculnya relasi-relasi konflik atas dasar ketidaksenangan, ketidaksukaan dan kebencian tanpa dasar. Itulah mengapa, sudah sejak lama timbul sinisme terhadap watak konfliktual dalam jalinan kemasyarakatan yang kemudian dinarasikan dengan frasa: "bahagia melihat orang lain menderita, menderita melihat orang lain bahagia". Ketika psiko-konfliktual ini kemudian dibawa masuk ke dalam ranah kehidupan beragama, maka muncul tendensi yang sesungguhnya potensial mencabik kohesivitas kolektif. Satu kelompok mengkafirkan kelompok lain, atau satu kelompok membid'ahkan kelompok lain. Terorisme yang membawa-bawa agama di Indonesia sesungguhnya dapat dilacak geneologinya atau sebab-sebabnya dari situasi konfliktual semacam itu.


Sebagaimana dapat dicatat, Indonesia telah sedemikian jauh menjadi ladang subur timbulnya terorisme yang diklaim berbasis agama. Dengan mengutip sejumlah ayat dalam Al Qur'an, para pelaku teror merasa absah meledakkan bom yang mengakibatkan tewasnya banyak orang. Ketika terorisme itu berada dalam satu titik perkembangan yang tak sepenuhnya bisa ditanggulangi, maka kemudian muncul gagasan, wacana dan ancangan yang diupayakan bersifat sistematis untuk meredam dan melawan terorisme. Secara esensial, inilah kehendak yang dimaksudkan sebagai praksis nyata kontra terorisme. Kehendak meredam dan melawan terorisme inilah yang kemudian dikenal luas dengan istilah "deradikalisasi".

Dalam perkembangannya lebih lanjut, pelaksanaan agenda deradikalisasi ditumpukan pada institusi-institusi pendidikan agama, seperti pondok pesantren. Artinya, melalui proses-proses pendidikan agenda deradikalisasi itu digulirkan. Ini tidak lepas dari begitu kuatnya asumsi, bahwa pendidikan yang mengusung cara pandang radikal telah mencetuskan kesadaran berpikir yang sepenuhnya bermuara pada lahirnya tindakan-tindakan teror. Pertanyaan yang kemudian menarik dilontarkan: apakah asumsi radikalisasi itu sahih manakala dijadikan perspektif dalam menyorot secara kritis geneologi terorisme di Indonesia kini? Apakah agenda deradikalisasi yang dicanangkan sunguh-sungguh relevan diberlakukan sebagai solusi penanggulangan masalah terorisme?

Dengan menyebut radikalisasi pembelajaran agama Islam di Indonesia sebagai akar timbulnya persoalan terorisme, maka muncul dua konsekuensi. Pertama, analisis terhadap terorisme yang berkecamuk di Indonesia lepas dari keresahan terhadap problema ketidakadilan yang bersifat multidimensional dan berjalan secara sistemik sejauh ini. Sementara tragisnya, ketidakadilan semacam itu lahir dari banalitas tata kelola negara yang korup dan sekaligus feodalistik. Kedua, penelusuran terhadap akar munculnya terorisme melupakan dan mengenyampingkan relasi-relasi konfliktual dalam realitas hidup masyarakat Indonesia. Watak konfliktual dalam jalinan hidup masyarakat dibiarkan untuk terus mereproduksi klaim-klaim kebenaran yang justru menyulut timbulnya intoleransi.

Maka, deradikalisasi melalui pendidikan meniscayakan purifikasi masyarakat dari psiko-konfliktual. Untuk itu, harus ada pengakuan pada tingkat filosofis, bahwa sesungguhnya ada sisi gelap berupa tertanamnya spirit Darwinisme sosial dalam tatanan hidup masyarakat Indonesia. Di samping itu, deradikalisasi melalui pendidikan harus pula bersentuhan dengan upaya saksama untuk melahirkan watak dan figur negarawan. Watak dan figur negarawan inilah pada kelak kemudian hari terlibat dalam proses tata kelola negara bervisi keadilan. Secara demikian berarti, upaya deradikalisasi mutlak melibatkan seluruh insitusi pendidikan pada berbagai tingkatan, tak mungkin deradikalisasi hanya diberlakukan dalam institusi-institusi pendidikan agama.[]

No comments:

Post a Comment