Friday, November 23, 2012

kurikulum pendidikan sma

KURIKULUM PENDIDIKAN SMA

Oleh  
Anwari WMK

HINGGA November 2012 belum jua ada kepastian, bagaimana sebaiknya format kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) dirombak dan dikonstruksi ulang. Sebagaimana diketahui, kini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tengah merancang kurikulum baru yang dicanangkan berlaku mulai tahun ajaran 2013/2014.  Khusus untuk jenjang pendidikan SMA, pertanyaan hepotetik yang muncul ke permukaan adalah ini: Masih relevankah penjujurusan di SMA manakala dinamika pendidikan diteropong dengan mengacu pada semangat zaman abad 21 yang diwarnai oleh revolusi ilmu pengetahuan? Hingga tinjauan ini ditulis, belum ada jawaban pasti terhadap pertanyaan tersebut. Kemendikbud tampak gamang meletakkan suatu cetak biru kurikulum pendidikan SMA dalam kaitannya dengan keberadaan jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuaan Sosial (IPS), dan Bahasa.

Diakui atau tidak, ada catatan kritis berkenaan dengan penjurusan pada jenjang pendidikan SMA. Pada satu sisi, penjurusan merupakan strategi edukasi yang mengukuhkan keberadaan setiap siswa dalam hubungannya dengan rumpun ilmu pengetahuan. Diasumsikan sejalan dengan kemampuan individual masing-masing peserta didik, maka siswa lalu dijuruskan menekuni rumpun keilmuan IPA, IPS, serta Bahasa. Jenjang pendidikan SMA lalu memperkenalkan suatu format pembelajaran berlandaskan disiplin-disiplin ilmu yang terpisah berdasarkan perbedaan rumpun. Format pembelajaran ini mempersiapkan siswa untuk adaptif dengan jenjang pendidikan tinggi, sebagai kelanjutan dari pendidikan SMA.

Tetapi dalam derajat tertentu, penjurusan ini mencetuskan cara pandang diskriminatif. Secara psikologis, rumpun keilmuan IPA ditahbiskan sebagai jurusan untuk anak-anak pandai. Sementara, anak-anak yang kurang pandai berhimpun dalam jurusan IPS atau Bahasa. Meskipun tidak ada pengakuan secara terus terang, jurusan IPS dan Bahasa diletakkan dalam posisi yang kurang lebih underdog. Dalam situasi kian besarnya kebutuhan terhadap pendekatan interdisipliner pemecahan masalah super kompleks abad 21, maka meletakkan suatu rumpun ilmu pada posisi underdog semacam ini jelas kontraproduktif.

Mungkinkah kurikulum baru SMA terumuskan dengan tepat sebagai terobosan besar demi mempersiapkan generasi muda agar mampu beradaptasi secara cerdas dengan kehidupan abad 21?

Dalam satu pernyataannya di media massa, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, menyebut tiga model kurikulum SMA. Pertama, masih adanya penjurusan di SMA. Kedua, tidak adanya penjurusan sama sekali di SMA. Ketiga, pemilihan mata pelajaran berdasarkan minat siswa (Kompas.com, 16 November 2012). Jika dinamika kehidupan umat manusia pada abad 21 dipertimbangkan sebagai dasar reformasi kurikulum, maka relevan alternatif ketiga.

Penjurusan yang terjadi selama ini sesungguhnya “membunuh” kompetensi individual siswa untuk menguasai lebih dari satu disiplin ilmu. Itu karena, penjurusan pada jenjang pendidikan SMA sepenuhnya berbasis rumpun ilmu pengetahuan, tidak berbasis disiplin ilmu pengetahuan. Siswa yang pandai fisika dan menyukai puisi atau sejarah, misalnya, terkondisikan untuk hanya memilih masuk jurusan IPA. Kompetensinya dalam bidang sastra dan sejarah lalu terbunuh  oleh pola penjurusan berbasis rumpun ilmu pengetahuan. Untuk mampu memperdalam serta memperluas kompetensinya menguasai sastra dan sejarah, maka siswa yang pandai fisika itu sepenuhnya teraleinasi dari pelayanan institusi pendidikan: harus belajar secara otodidaks sastra dan sejarah.

Catatan pendek ini merekomendasikan agar jenjang pendidikan SMA berpijak pada kurikulum alternatif ketiga, yaitu pemilihan mata pelajaran berdasarkan minat siswa. Tidak perlu lagi kategorisasi berdasarkan rumpun keilmuwan. Agar sekolah tidak terus-menerus berbuat aniaya, siswa dibebaskan memilih disiplin ilmu apa saja yang disukai. Artinya, berilah kebebasan kepada siswa pandai matematika, sekaligus piawai menulis puisi.[]

No comments:

Post a Comment