Wednesday, May 1, 2013

Sains Menyelamatkan Demokrasi

SAINS MENYELAMATKAN DEMOKRASI

Anwari WMK
Peneliti Filsafat dan Kebudayaan di Sekolah Jubilee, Sunter, Jakarta

MAMPUKAH sains menyelamatkan demokrasi? Bagi sebagian orang, pertanyaan ini terkesan absurd. Tapi, manakala dipikirkan dengan sungguh-sungguh, sains merupakan salah satu pilar dalam hayat umat manusia yang mampu turut serta mengatasi krisis demokrasi. Dan sebagaimana diketahui, krisis demokrasi bukan saja berarti ketiadaan demokrasi dalam realitas hidup negara-bangsa. Krisis demokrasi juga muncul tanpa bisa dielakkan akibat tidak efektifnya sistem politik [yang semula ditengarai demokratis] demi terwujudnya kemaslahatan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Persis sebagaimana terjadi di Indonesia dewasa ini, krisis demokrasi benar-benar menemukan aksentuasinya serta faktualitasnya dalam kancah kompetisi politik. Pada berbagai lini kekuasaan politik, mengemuka pola kompetisi liberalistik. Patologi korupsi dan rapuhnya hukum oleh bersimaharajalelanya ketidakadilan justru mendorong kompetisi bercorak liberalistik itu hanya melahirkan aksi-aksi politik anti-kerakyatan. Publik tak mendapatkan manfaat signifikan dari praksis demokrasi. Tak pelak lagi, inilah krisis demokrasi yang begitu terang benderang di Indonesia kini.

Pertanyaannya, mungkinkah krisis demokrasi dapat diakhiri? Jawaban terhadap pertanyaan ini memiliki kaitan konteks dengan sains.

Apa yang bisa kita garisbawahi adalah sebuah prinsip. Bahwa tatkala demokrasi dilanda krisis, maka hal fundamental yang mendesak dikaji ulang adalah hubungan segitiga negara-masyarakat-perekomonian. Jika dalam hubungan segitiga tersebut negara tidak obyektif, maka tendensi yang tak terelakkan adalah masyarakat yang tersudutkan secara telak sebagai tumbal pengorbanan kepentingan modal aktor-aktor penggerak perekonomian. Realitas buruk ini tengah berlangsung di Indonesia dalam bentuknya yang amat sangat menonjol.

Pada satu sisi, apararur pemerintah bertindak sebagai makelar dalam jejaring hubungan antara negara dan masyarakat atau dalam rentang hubungan antara negara dan aktor-aktor ekonomi. Pada lain pihak, dari ranah negara, aparatur-aparatur pemerintahan memetik keuntungan melalui jalan korupsi, dan dari masyarakat atau aktor ekonomi aparatur pemerintah meraih keuntungan melalui jalan pungli. Itulah mengapa, reformasi birokrasi publik meniscayakan terjadinya transformasi aparatur pemerintahan, dari yang sebelumnya berwatak broker berubah menjadi berjiwa agensi. 

Situasi faktual yang sangat buruk tersebut kini mendesak dikoreksi secara sungguh-sungguh. Terlebih lagi, kecenderungan baru yang melanda berbagai aspek kehidupan adalah semakin determinatifnya peran sains  dan teknologi. Diakui atau tidak, perkembangan baru dalam kancah kehidupan masyarakat maupun dalam dinamika perekonomian justru malah menuntut pemanfaatan secara lebih besar sains dan teknologi. Hingga kemudian sampai pada satu titik, di mana telah mulai terbentuk formasi knowledge society dan knowledge economy. Pertanyaan kritikalnya: Bagaimana mungkin knowledge society dan knowledge economy terakselerasikan keberadaannya manakala masih jua bergemuruh krisis demokrasi?

Sesungguhnya, isu sains menyelamatkan demokrasi memiliki kejelasan hakikat dan logika. Terutama untuk keperluan menyambut hadirnya knowledge society dan knowledge economy, sains meniscayakan penyelamatan demokrasi dari ancaman krisis yang kian parah.

Pertama, watak dasar sains adalah kejujuran dan obyektivitas. Lompatan besar kemajuan sains mempersyaratkan kejujuran dan obyektivitas. Sebab, hanya dengan kejujuran dan obyektivitas itulah maka inisiatif-inisiatif baru dalam dialektika perkembangan sains menghasilkan output yang otentik. Kedua, sains berkembang dengan didukung oleh pola kerja sistemik yang menjunjung tinggi koherensi dan holistisisme.

Baik kejujuran, obyektivitas, koherensi maupun holistisisme mendesak ditumbuh kembangkan sebagai pijakan dasar agar sains bermanfaat maksimal mendukung terbentuknya orde kehidupan knowledge society dan knowledge economy. Praksis demokrasi dituntut mampu menyesuaikan diri dengan prinsip sains.

Hanya saja, upaya ke arah ini turut ditentukan oleh proses edukasi sains di dunia pendidikan.[]

No comments:

Post a Comment